A. Pengertian Kurban Kurban berarti segala sesuatu yang mendekatkan seorang hamba dengan Tuhannya baik berupa sembelihan atau yang lainnya. Namun demikian kata kurban ini menjadi identik dengan sembelihan hewan udhiyah, seperti : onta, sapi dan kambing yang dilakukan pada hari raya kurban dan tasyrik sebagai bentuk taqorrub (pendekatan diri) kepada Allah swt. Meskipun kata kurban sendiri lebih umum daripada udhiyah. B. Dasar Hukum Kurban Firman Allah swt : إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ ﴿١﴾ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ ﴿٢﴾ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ ﴿٣﴾
Artinya : “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus.” (QS. Al Kautsar : 1- 3) وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ
Artinya : “Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, Maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). “ (QS. Al Hajj : 36)
C. Hukum Berkurban Hukum ibadah penyembelihan hewan kurban adalah sunnah muakkadah bagi yang mampu melakukannya. Meninggalkan ibadah ini menjadi makruh, berdasarkan riwayat Bukhori dan Muslim bahwa Nabi saw pernah berkurban dengan dua kambing gibasy yang berwarna putih kehitam-hitaman dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelih kurban tersebut dan membacakan nama Allah serta bertakbir pada saat memotongnya.
D. Waktu Penyembelihan Kurban Disyaratkan bahwa hewan kurban tidaklah disembelih kecuali setelah terbit matahari pada hari raya idul adha hingga saat-saat pelaksanaan shalat id. Setelah itu dibolehkan menyembelihnya kapan pun di hari yang tiga (tasyrik) baik malam maupun siang. Setelah tiga hari itu, maka tidak dibenarkan penyembelihan hewan kurban, sebagaimana riwayat al Barro’ dari Nabi saw bahwa beliau saw bersabda,”Sesungguhnya hal pertama yang kita lakukan pada hari ini dalah shalat, kemudian kembali dan menyembelih kurban. Barangsiapa yang melakukan itu berarti ia mendapatkan sunnah kami. Dan barangsiapa yang menyembelih sebelum itu maka daging sembelihannya untuk keluarganya dan tidak dinilai sebagai ibadah kurban sama sekali.” Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa menyembelih kurban sebelum shalat sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang menyembelih setelah shalat dan dua khutbah sungguh ibadah idul adhanya sempurna dan melaksanakan sunnah kaum muslimin.”
E. Orang Yang Menyembelih Kurban Jika seorang yang berkurban memiliki kepandaian dalam menyembelih hewan maka disunnahkan melakukannya sendiri untuknya. Ia disunnahkan membaca : bismillah wallahu akbar. Allahumma hadza an fulan… (Dengan nama Allah. Allah Maha Besar. Wahai Allah hewan kurban ini dari si fulan (sebutkan nama orang yang berkurban) Adapun cara menyembelih hewan tersebut adalah dengan memutuskan tenggorokan dan saluran (nadi) makanan.
F. Pembagian Daging Kurban Orang yang berkurban disunnahkan untuk memakan dagingnya, membagikannya kepada karib kerabat, serta menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Makanlah oleh kalian, bagikanlah dan simpanlah..” (HR. Tirmidzi) Para ulama mengatakan bahwa yang paling afdhal adalah memakan sepertiga, bersedekah sepertiga dan menyimpan sepertiga. Daging kurban ini boleh dibawa ke negara lain akan tetapi tidak boleh dijual walaupun kulitnya. Tidak dibolehkan memberikan dagingnya kepada tukang potong sebagai upah karena ia berhak menerima upah lain sebagai imbalan kerja. Orang yang berkurban boleh bersedekah dengan daging tersebut dan juga boleh mengambil dagingnya untuk dimanfaatkannya. Sementara itu Abu Hanifah berpendapat bahwa mereka boleh menjual kulitnya dan menyedekahkan hasilnya atau membelikan barang yang bermanfaat untuk keluarga di rumahnya. Disarikan dari kitab “Fiqhus Sunnah”
A. Penyembelih, syarat orang yang menyembelih adalah :
1) Beragama Islam atau ahli kitab
2) Baligh dan berakal
3) Menyembelih dengan sengaja
4) Bisa melihat (tidak buta)
B. Hewan yang disembelih, syarat hewan yang disembelih adalah :
1) Masih dalam keadaan hidup
2) Halal dimakan Binatang yang disembelih itu ada dalam dua keadaan, yaitu keadaan binatang yang mudah disembelih dilehernya dan keadaan binatang yang susah disembelih di lehernya. Binatang yang mudah disembelih di lehernya, hendaklah disembelih di lehernya, yaitu dipotong urat saluran makan (kerongkongan) dan saluran napas (tenggorokan), kedua urat ini harus putus. Sedangkan binatang yang susah disembelih dilehernya karena liar atau karena terperosok ke dalam lubang sehingga tidak bisa disembelih di lehernya, maka penyembelihan bisa dilakukan di bagian badan yang mana saja asal bisa menyebabkan mati karena lukanya itu. Perlu dijelaskan pula bila di dalam binatang yang disembelih terdapat janin atau anak binatang dan didapatkan dalam keadaan mati dalam perut induknya setelah induknya disembelih, maka anaknya juga halal untuk dimakan, karena kematiannya itu disebabkan kematian induknya yang disembelih.
C. Alat yang digunakan Menyembelih, syaratnya adalah :
1) Benda tajam dan dapat melukai
2) Benda teresebut terbuat dari batu, bambu, besi, dan benda logam lainnya.
3) Benda tersebut tidak terbuat dari kuku, gigi, dan tulang Dalam hal ini Nabi Bersabda : Artinya : “Dari Rafi’ bin Khadij berkata : “Telah Bersada Nabi SAW : makanlah yakni sesuatu yang dapat mengalirkan darah kecuali gigi dan kuku (H.R. Muslim).
D. Cara-cara Penyembelihan Hewan Ada dua cara penyembelihan hewan yaitu dengan cara tradisional dan mekanik. Kedua cara ini diperbolehkan dan hasil sembelihannya halal dimakan dengan catatan syara-syarat yang telah ditentukan syara’ harus terpenuhi, seperti ketentuan hewan yang disembelih, alat yang dipergunakan, dan ketentuan orang yang menyembelih semuanya harus memenuhi syarat yang telah ditentukan syara’. Penyembelihan secara tradisional adalah penyembelihan yang biasa dilakukan oleh masyarakat dengan mempergunakan alat sederhana seperti pisau yang tajam. Biasanya dalam penyembelihan tradisional jumlah hewan yang disembelih sangat sedikit dan hanya untuk dikonsumsi kalangan terbatas. Sedangkan penyembelihan secara mekanik adalah penyembelihan dengan cara menggunakan mesin dan alat-alat moderen. Karena dalam penyembelihan ini menggunakan mesin maka hasil yang diperolehpun cukup banyak dan beban kerja lebih ringan, dan yang mengkonsumsipun bukan kalangan terbatas tetapi masyarakat luas.
A. Pengertian Aqiqah
Menurut bahasa, aqiqah berarti "bulu" atau "rambut anak yang baru lahir". Sedangkan menurut istilah berarti : menyembelih hewan tertentu sehubungan dengan kelahiran anak baik itu laki-laki atau perempuan sesuai dengan ketentuan agama islam.
Aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh setelah kelahiran anak, baik perempuan maupun laki-laki berupa penyembelihan hewan dan pemotongan rambut. Pada hari itu pula biasanya anak diberi nama. Jika pada waktu itu belum dapat melaksanakan, aqiqah boleh dilakukan asal anak itu belum sampai masa baligh atau dewasa.
Hukum Aqiqah adalah sunnah bagi orang tua anak. Untuk ketentuan hewan aqiqah ialah kambing atau domba. Bagi anak laki-laki dua ekor kambing sedangkan bagi anak perempuan satu ekor kambing.
B. Keutamaan Aqiqah
Suatu rumah tangga baru dikatakan lengkap apabila terdiri dari ayah, ibu dan anak. Kehadiran anak dalam keluarga memberikan kebahagiaan tersendiri bagi ayah dan ibu. Anak merupakan harapan masa depan dan memberi makna dalam kehidupan keluarga. Oleh karena itu kelahiran anak sebagai anugerah dan amanat dari Allah yang patut disyukuri. Aqiqah dapat dipandang sebagai ungkapan syukur kepada Allah atas karuni-Nya dan sebagai ungkapan rasa tanggung jawab atas amanat yang diberikan Allah agar dapat memelihara dan mendidik anak dengan penuh kasih sayang. Selain itu, dalam aqiqah juga terkandung nilai-nilai sosial silaturahmi serta peningkatan gizi masyarakat karena hewan aqiqah yang telah disembelih dan dimasak selanjutnya akan disedekahkan dagingnya kepada para tetangga serta masyarakat lainnya. Rasulullah Muhammad SAW bersabda yang artinya : "Dari Samurah RA dari NABI SAW ia berkata : tiap-tiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, yang harus dipotongkan kambing pada hari ketujuh dari kelahirannya. Dan pada hari itu pula dicukur rambutnya serta diberi nama" (HR Abu Dawud dan Tirmidzi
B. Keutamaan Aqiqah
Suatu rumah tangga baru dikatakan lengkap apabila terdiri dari ayah, ibu dan anak. Kehadiran anak dalam keluarga memberikan kebahagiaan tersendiri bagi ayah dan ibu. Anak merupakan harapan masa depan dan memberi makna dalam kehidupan keluarga. Oleh karena itu kelahiran anak sebagai anugerah dan amanat dari Allah yang patut disyukuri. Aqiqah dapat dipandang sebagai ungkapan syukur kepada Allah atas karuni-Nya dan sebagai ungkapan rasa tanggung jawab atas amanat yang diberikan Allah agar dapat memelihara dan mendidik anak dengan penuh kasih sayang. Selain itu, dalam aqiqah juga terkandung nilai-nilai sosial silaturahmi serta peningkatan gizi masyarakat karena hewan aqiqah yang telah disembelih dan dimasak selanjutnya akan disedekahkan dagingnya kepada para tetangga serta masyarakat lainnya. Rasulullah Muhammad SAW bersabda yang artinya : "Dari Samurah RA dari NABI SAW ia berkata : tiap-tiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, yang harus dipotongkan kambing pada hari ketujuh dari kelahirannya. Dan pada hari itu pula dicukur rambutnya serta diberi nama" (HR Abu Dawud dan Tirmidzi
C. Syarat-syarat Akikah / Aqiqah Pertama, Sifat Sembelihan yang Layak (Sah) Sebagai Akikah (Aqiqah) Imam Nawawi ra berkata dalam kitabnya, al-Majmu', "Hewan yang layak (sah) disembelih sebagai Akikah (Aqiqah) adalah domba yang dewasa dan kambing yang dewasa yang sudah memiliki gigi seri (gigi depan). Domba dan kambing itu harus selamat dari cacat. Karena Akikah (Aqiqah) adalah mengalirkan darah secara syar'i (sesuai dengan ketentuan Islam) maka sifat-sifat hewan yang disembelih untuk Akikah (Aqiqah) sama dengan sifat-sifat hewan yang disembelih untuk kurban, sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad sahih sahih bahwa Ibnu Abbas r.a. berkata "Rasulullah mengaqiqahkan Hasan da Husain masing-masing dengan seekor domba." Berdasarkan hadis di atas, sifat-sifat hewan yang disembelih sebagai Akikah (Aqiqah) harus sama dengan sifat-sifat hewan yang disembelih sebagai kurban. Untuk anak laki-laki disembelihkan dua ekor kambing sebagai aqiqahnya dan untuk anak perempuan satu ekor saja. Hadis-hadis yang menjelaskan bahwa anak laki-laki diaqiqahkan dengan dua ekor kambing adalah hadis-hadis yang memiliki kelebihan (jika dibandingkan dengan hadis-hadis yang menjelaskan bahwa anak laki-laki diaqiqahkan dengan satu kambing). Oleh karena itu, hadis-hadis yang dijelaskan bahwa anak laki-laki diaqiqahkan dengan dua ekor kambing lebih layak diterima. Hal ini diperkuat lagi oleh perkataan Ibnu Abbas ra. "bahwa Rasulullah Saw mengakikahkan (Hasan dan Husain) masing-masing dua ekor domba."
B. Dalil Aqiqah
Aqiqah merupakan salah satu syariat Islam. Dalil disyari’atkannya aqiqah adalah hadis nabi s.a.w., antara lain:
(عن عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُمْ عَنْ الْغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ وَعَنْ الْجَارِيَةِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ (رواه الترمذي وصححه
“Dari Aisyah r.a., sesungguhnya rasulullah s.a.w. memerintahkan kepada para sahabat untuk mengaqiqahkan anak laki-lakinya dengan dua kambing yang besar dan anak perempuan satu kambing” HR. al-Tirmidzi, dan menurutnya hadis ini shahih.
(عَنْ سَمُرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ غُلَامٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى (رواه أحمد وصححه الترمذي
“Dari Samurah r.a., nabi s.a.w. bersabda: setiap anak digadaikan dengan aqiqahnya, yang disembelih untuknya pada hari ke 7 kelahirannya, dan dicukur rambutnya dan
diberi nama” HR. Ahmad, dan dianggap shahih oleh at-Tirmidzi
C. Hukum Aqiqah
1. Aqiqah hukumnya wajib.
Pendapat ini merupakan pendapat mazhab Zhahiriyah. Alasannya, hadis-hadis di atas dengan jelas memuat kata perintah untuk melaksanakan aqiqah bagi anak yang dilahirkan. Setiap kata perintah dalam nash menunjukkan hukum wajib terhadap suatu hal yang diperintahkan, selagi tidak ada nash lain yang menyatakan bahwa hal yang diperintahkan tadi tidak wajib. Menurut mazhhab ini, dalam hal aqiqah tidak ditemukan nash yang menunjukkan bolehnya tidak melaksanakan aqiqah. Oleh karenanya hukumnya tetap wajib. Dalam hal ini Ibnu Hazm, ulama mazhab Zhahiriyah, menyatakan:
أمره عليه السلام بالعقيقة فرض كما ذكرنا لا يحل لاحد أن يحمل شيئا من أوامره عليه السلام على جواز تركها الا بنص آخر وارد بذلك والا فالقول بذلك كذب وقفو لما لا علم لهم به
(المحلى ج7 ص 526)
“perintah rasulullah s.a.w. untuk melaksanakan aqiqah menunjukkan bahwa hukumnya wajib, karenanya tidak boleh bagi siapapun untuk mengartikan lain dari perintah beliau, misalnya menyatakan bolehnya tidak melaksanakannya, kecuali ada nash yang jelas menunjukkan hal tersebut. Jika tidak ada nash, maka pendapat seperti itu jelas keliru, yang tidak didasarkan atas ilmu
2. Aqiqah Hukumnya Sunnah.
Pendapat ini merupakan pendapat sebagian besar ulama (jumhur ulama), misalnya mazhab Syafi’iyyah, mazhab Malikiyah, dan sebagian besar Mazhab Hanabilah. Alasannya, bahwa kalimat perintah dalam hadis-hadis di atas tidak menunjukkan hukum wajib, tapi menunjukkan hukum sunnah, karena ada hadis lain yang menunjukkan bahwa aqiqah tidak wajib, sbb:
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ أُرَاهُ عَنْ جَدِّهِ قَالَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْعَقِيقَةِ فَقَالَ لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْعُقُوقَ كَأَنَّهُ كَرِهَ الِاسْمَ وَقَالَ مَنْ وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ فَأَحَبَّ أَنْ يَنْسُكَ عَنْهُ فَلْيَنْسُكْ عَنْ الْغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ وَعَنْ الْجَارِيَةِ شَاةٌ
(رواه أبو داوود)
“Dari Amr bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya, radhiallahu anhum, ketika ditanya tentang aqiqah, rasulullah s.a.w. menjawab: Allah SWT tidak menyukai kata aqiqah (seakan beliau tidak suka menyebut istilah tersebut), beliau melanjutkan: siapa yang mempunyai anak dan ingin mendapatkan pahala, maka lakukanlah (aqiqah tersebut), bagi anak laki-laki dua ekor kambing dan bagi anak perempuan satu ekor kambing” HR. Abu Dawud
A. Pengertian Kurban / Qurban
Menyembelih hewan qurban adalah suatu bentuk qurbah, yaitu pendekatan diri kepada Allah Ta’ala. Dalam hal ini ada 3 jenis sembelihan yang merupakan qurbah, yaitu al-hadyu(untuk yang sedang berhaji), udh-hiyah (pada waktu idul adh-ha bagi yang tidak berhaji), dan ‘aqiqah (setelah kelahiran anak). Maka menyembelih adalah suatu ibadah, sehingga dalam pelaksanaannya haruslah memperhatikan 2 prinsip utama dalam ibadah: Ikhlas dan Ittiba’.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): ”Katakanlah: sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al An’am: 162). Makna nusuk adalah sembelihan atau kurban, yaitu melakukan taqarrub (pendekatkan diri) dengan cara mengalirkan darah. Dalam ayat ini Allah menyebutkan bahwa sholat dan menyembelih adalah ibadah, sehingga ia harus ditujukan kepada Allah semata. (Lihat At-Tamhiid li Syarhi Kitabi at Tauhiid, 143, Syaikh Shalih Alu Syaikh). Inilah yang disebut dengan ikhlas.
B. Hewan ternak yang boleh dijadikan hewan qurban / kurban : - Kambing biasa dengan umur lebih dari dua tahun - Biri-biri atau domba dengan umur lebih dari satu tahun atau pernah ganti gigi. - Kerbau / Kebo / Sapi dengan umur lebih dari dua tahun - Unta dengan umur lebih dari lima tahun
C. Syarat-syarat sah pemilihan hewan kurban yang boleh menjadi qurban : - Badannya tidak kurus kering - Tidak sedang hamil atau habis melahirkan anak - Kaki sehat tidak pincang - Mata sehat tidak buta / pice / cacat lainnya - Berbadan sehat walafiat - Kuping / daun telinga tidak terpotong
D. Pratik Menyembelih Hewan Kurban/ Qurban
Membaca Basmalah dan bertakbir. Berdasarkan hadits Anas yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 5565) dan Muslim (no. 1966), bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam berqurban dengan dua kambing kibasy yang berwarna putih bercampur hitam lagi bertanduk: “Beliau membaca basmalah dan bertakbir.”.
“Dan beliau meletakkan kakinya pada rusuk kedua kambing tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 5565 dan Muslim no. 1966).
Beliau berdoa:
اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ
“Ya Allah, terimalah (sembelihan ini) dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat Muhammad.” (HR. Muslim no. 1967, dari Aisyah)
Jika menyembelih untuk orang lain, maka mengucapkan
اللَّهُمَّ هَذَا عَنْ فُلَانِ
“Ya Allah, sembelihan ini dari Fulan.”
1. Merebahkan hewan tersebut dan meletakkan kaki pada rusuk lehernya, agar hewan tersebut tidak meronta hebat dan juga lebih menenangkannya, serta mempermudah penyembelihan.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, tentang tata cara penyembelihan yang dicontohkan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam:
وَيَضَعُ رِجْلَهُ عَلىَ صِفَاحِهِمَا
“Dan beliau meletakkan kakinya pada rusuk kedua kambing tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 5565 dan Muslim no. 1966)
Juga hadits Aisyah radhiyallahu’anha:
فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ
“Lalu beliau rebahkan kambing tersebut kemudian menyembelihnya.”
2. Disunnahkan bertakbir ketika hendak menyembelih qurban, sebagaimana disebutkan dalam hadits Anas radhiyallahu’anhu di atas, dan diucapkan setelah basmalah.
3. Bila hanya mengucapkan:
بِسْمِكَ اللَّهُمَّ أَذْبَحُ
“Dengan nama-Mu ya Allah, aku menyembelih”, maka sah, karena sama dengan basmalah.
4. Bila dia menyebut nama-nama Allah selain Allah, maka hukumnya dirinci.
Bila nama tersebut khusus bagi Allah Ta’ala dan tidak boleh untuk makhluk, seperti Ar-Rahman, Al-Hayyul Qayyum, Al-Khaliq, Ar-Razzaq, maka sah.
Bila nama tersebut juga bisa dipakai oleh makhluk, seperti Al-‘Aziz, Ar-Rahim, Ar-Ra`uf, maka tidak sah.
5. Tidak disyariatkan bershalawat kepada Nabi n ketika menyembelih, sebab tidak ada perintah dan contohnya dari beliau shallallahu’alaihi wasallam maupun para sahabatnya. (Asy-Syarhul Mumti’, 3/408)
6. Tidak ada contohnya dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dan salafush shalih tentang berwudhu sebelum menyembelih qurban. Namun bila hal tersebut terjadi, maka sembelihannya sah dan halal dimakan, selama terpenuhi ketentuan-ketentuan di atas.
7. Diperbolehkan berdoa kepada Allah l agar sembelihannya diterima oleh-Nya. Sebagaimana tindakan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, beliau berdoa:
اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ
“Ya Allah, terimalah (sembelihan ini) dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat Muhammad.” (HR. Muslim no. 1967, dari Aisyah radhiyallahu’anha)
8. Tidak melafadzkan niat, sebab tempatnya di dalam hati menurut kesepakatan ulama. Namun dia boleh mengucapkan:
اللَّهُمَّ هَذَا عَنْ فُلَانِ
“Ya Allah, sembelihan ini dari Fulan.”
Dan ucapan tersebut tidak termasuk melafadzkan niat.
9. Tidak disyaratkan menghadapkan hewan ke kiblat, sebab haditsnya mengandung kelemahan. Dalam sanadnya ada perawi yang bernama Abu ‘Ayyasy Al-Mu’afiri, dia majhul. Haditsnya diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2795) dan Ibnu Majah (no. 3121).
10. Termasuk bid’ahan adalah melumuri jidat dengan darah hewan qurban setelah selesai penyembelihan, karena tidak ada contohnya dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam dan para salaf. (Fatwa Al-Lajnah, 11/432-433, no. fatwa 6667)
Dalil atau ayat dalam al-Quran yang berbicara tentang ritual qurban antara lain:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Artinya: “Maka laksanakanlah sholat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).” (Q.S. al-Kautsar: 2).
Selain itu, dalil tentang mimpi Nabi Ibrahim a.s. ketika diperintahkan Allah swt. untuk menyembelih anak kesayangannya, Nabi Ismail a.s., namun akhirnya Allah swt. menggantinya dengan seekor domba adalah sebagai berikut:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْىَ قَالَ يَبُنَىَّ إِنِّى أَرَى فِى الْمَنَامِ أَنِّى أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى, قَالَ يَاَبَتِ افْعَلْ مَاتُؤْمَرُ, سَتَجِدُنِى إِنْ شَآءَ اللهُ مِنَ الصَّبِرِيْنَ. فَلَمَّآ أَسْلَمَا وَتَلَّهُ, لِلْجَبِيْنَ. وَنَدَيْنَهُ أَنْ يَآِبْرَهِيْمُ. قَدْ صَدَّقْتَ الرُّءْيَآ, إِنَّا كَذَالِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ. إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَؤُاْ الْمُبِيْنُ. وَفَدَيْنَهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ.
Artinya: “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata: “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab: “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu, insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah). Lalu Kami panggil dia: “Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (Q.S. ash-Shaffat: 102 – 107).
Sementara itu, hadits yang berkaitan dengan ibadah qurban antara lain:
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ رص.م. قَالَ: مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصّلاَّنَا ـ رواه احمد و ابن ماجة
Artinya: “Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak berkurban maka janganlah ia mendekati tempat َسُوْلُ اللهِ sholat Id kami.” (H.R. Ahmad dan Ibnu Majah).
Read more
Cari Blog Ini
2 cara merawat anakan jalak suren
Sabtu, 28 September 2013
- Untuk umur segitu perawatan yang sepesial & penting, cuma rutin ngloloh saja. Untuk masalah di jemur tentunya sudah suka itu Si Suren apalagi kalau di sediakan karamba tempat mandi. Di jemur di terik matahari lebih dari satu jam malah senang, nanti Si Suren sering mandi karena merasa panas. Mandi, mandi dan mandi lagi
- Jalak suren di jemur seharian pun tidak masalah, asal di tungguin dan air karamba sering di ganti, karena biasanya cepat kotor, usahakan sering di lihat jalak suren jangan terlalu kepanasan.
- Piyik umur 0 – 3 hari dapat diberi makan kroto yang dibasahi air hangat.
- Piyik umur 4 – 6 hari diberi kroto yang dicampur dengan air voer /poer.
- Piyik umur 7 hari sudah dapat diberi makan voer yang basah dan dihaluskan.
- Piyik umur 14 hari anakan dapat dikeluarkan dari box penghangat.
- Sampai umur kira-kira 1,5 bulan anakan disuapi voer basah, dan sedikit-sedikit akan mulai berlatih makan sendiri.
- Pada umur 2 bulan anakan jalak suren sudah bisa makan sendiri voer kering.
- Pada umur 2 – 3 bulan anakan dapat dipindahkan ke kandang pembesaran bila dimaksudkan untuk dijadikan indukan atau akan dijual pada usia dewasa.
- Untuk makanan cukup voer ayam biasa saja, yang di seduh pakai air. Kalau ada pakai air yang panas lalu di biarkan dingin dulu, baru di suapin ke burung.
- Jarak di suapin atau di loloh lagi setelah selasai ngloloh yang terakhir sekitar dua jam.
- Kalau lupa & kelewatam waktunya ?
- Selambat-lambatnya bisa di bikin tiga jam.
- Kalau tiga jam lebih gimana ?
- Resikonya kita sendiri yang punya burung ? Mau jadi apa itu nantinya jalak suren.